Taman Bunga Nusantara

Oleh: LigX

Pengunjung disambut dengan angsa hitam saat berada di gerbang Taman Bunga Nusantara. Angsa hitam tersebut merupakan maskot taman yang diresmikan oleh Alm. Soeharto, dan menjadi taman yang begitu unik. Tiga tahun yang lalu aku mengunjungi taman ini, bagiku ini adalah taman terindah yang pernah aku kunjungi dari berbagai taman-taman yang lain. Taman yang berlokasi Jl. Mariwati KM 7, Desa Kawungluwuk, Cianjur Jawa Barat ini merupakan taman yang berbeda dengan tama-taman yang ada yang ada di Indonesia. Dengan konsep taman display bunga pertama di Indonesia ini merupakan taman yang menyajikan berbagai koleksi tanaman bunga yang terkenal dan unik dari berbagai belahan dunia. Bukan hanya tanaman bunga yang menyuguhkan keelokan dan meyegarkan pandangan tapi di sini juga dilengkapi fasilitas-fasilitas yang dapat membuat pengunjung betah untuk berlama-lama di taman ini.

Labirin dan menara pandang adalah salah satu fasilitas yang takkan pernah aku lupakan ketika aku berada di dalamnya. Aku tersesat di tengah-tengah labirin dengan beberapa teman, mencoba berbagai jalur untuk menemukan jalan keluarnya tetap saja tidak aku temukan, butuh waktu beberapa lama untuk segera keluar dari lorong-lorong tumbuhan yang tingginya kira-kira dua meter.

Setelah berhasil keluar dari labirin, aku menaiki menara pandang yang menurutku bentuknya hampir menyerupai pagoda. Di atas ketinggian 28 meter aku dapat melihat pemandangan yang luar biasa menakjubkan, aku dapat melihat jelas alur jalan labirin yang sebelumnya aku kelilingi hingga bercucuran keringat, ah ternyata alur labirin itu mudah meskipun aku sempat merasa kesulitan ketika di dalamnya. Aku dapat melihat karpet bunga yang sungguh benar-benar seperti karpet yang entah bagaimana pambuatannya hingga dapat benar-benar menyerupai karpet. Beberapa taman kota yang ada di luar negeri pun terpampang jelas ketika aku berada di atas menara pandang ini. Taman Prancis, Taman Amerika, Taman Bali, Taman Mediterania, Taman Jepang dan Danau Angsa. Meskipun tidak semua dapat terlihat dengan jelas tapi taman ini wajib dikunjungi jika sedang berwisata dan melewati jalur ini. Dengan cuaca yang mendukung sungguh melengkapi suasana saat berada di taman bunga, apalagi berkunjung dengan partner tercinta, it's so romantic.

Taman bunga ini buka pada hari Ssenin-Jumat 08.00 s/d 17.00 WIB dan Sabtu, Minggu dan Hari Libur: 08.00 s/d 17.30 WIB dapat menjadi satu referensi saat bosan mengajak jalan partner ke tempat-tempat keramaian seperti mal yang hanya untuk menonton, makan dan nongkrong. Sesekali melakukan perjalan yang berbeda yang dapat mempererat jalinan hubungan dengan pasangan.

Taman ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas seperti penginapan, cafe, resto, toko suvenir, poliknik, dan wira-wiri agar pengunjung tidak perlu berjalan kaki untuk mengelilingi taman menjadi point plus dari taman ini. Tiket masuk yang terjangkau dapat membuat pengunjung tidak usah berpikir dua kali untuk datang ke tempat ini. Ada waktu luang dan ingin melepas penat dapat mengujungi taman ini kapanpun diinginkan. Jika anda kebetulan sedang berselancar di dunia maya dapat juga mampir ke www..tamanbunganusantara.com dan dapatkan berbagai informasi wisata yang lebih lengkap di sini.

Have a nice trip

@LigX, SepociKopi, 2009

Palembang: Kota Tua yang Istimewa

Oleh: Janit Wk.

Palembang sebagai ibukota dari provinsi Sumatera Selatan ini lahir pada tanggal 17 Juni 683 M, maka tak heran Palembang dikenal sebagai kota tua. Luas wilayah kota Palembang adalah 102,47 km2, walau letaknya cukup strategis karena dilalui jalur lalu lintas pulau Sumatera, namun tak bisa dipungkiri, kota Palembang sendiri minim panorama wisata. Di Palembang tak ada pantai-pantai indah karena letak Sumatra Selatan sendiri di tengah-tengah diapit Provinsi Sumatera Barat, Bengkulu, dan Jambi. Tak ada lembah dan gunung yang indah, jika ingin suasana seperti perkebunan teh di daerah puncak Bandung. Kita harus menempuh jarak 7 jam perjalanan menuju daerah kabupaten lain yaitu Pagaralam, di luar wilayah Palembang,walaupun Pagaralam sendiri salah satu kabupaten di wilayah Provinsi Sumatera Selatan juga.

Perubahan signifikan tampak saat Palembang berbenah diri menjadi tuan rumah PON XVI Tahun 2004. Aku yang saat itu masih giat-giatnya menempuh pendidikan di bangku kuliah melihat dengan jelas upaya yang dilakukan oleh Pemda setempat, mulai dari meningkatnya jumlah hotel bintang lima yang dulu hanya tak lebih dari hitungan sebelah tangan saja, renovasi bandara, pembangunan stadion sepak bola yang sampai sekarang menjadi kebanggaan masyarakat palembang dan menjadi markas besar Sriwijaya FC “Laskar Wong Kito“, hingga pembangunan mal-mal yang cukup menghibur masyarakat kota Palembang yang masih minim akan hiburan

Jembatan Ampera sebagai maskot kota Palembang saat ini merupakan jembatan penghubung antara dua daerah di Palembang yang terbelah Sungai Musi, yaitu daerah seberang ulu dan seberang ilir. Sungai Musi yang panjang nya kurang-lebih 750 kilometer ini menjadi sungai yang terpanjang di Pulau Sumatra dan menjadi urat nadi kehidupan masyarakat kota Palembang. Air dari sungai ini menjadi sumber air bagi PDAM yang mengalir ke rumah-rumah penduduk.

Di tengah-tengah Sungai Musi sendiri terdapat pulau kecil yang mesti ditempuh melalui perahu atau tongkang, pulau ini dsebut Pulau Kemaro. Di pulau ini terdapat pagoda yang sering digunakan oleh orang-orang keturunan tionghoa dalam perayaan Tahun Baru China atau perayaan keagamaan yang lain. Aku sendiri sampai saat ini belum pernah mempunyai kesempatan untuk berkunjung ke Pulau Kemaro, suatu saat aku pasti akan ke sana. Secara keseluruhan objek wisata yang menjadi andalan masyarakat kota Palembang saat ini adalah Sungai Musi, Jembatan Ampera, Masjid Agung Sultan Mahmud Badarudin II, Hutan wisata Punti Kayu, Benteng Kuto Besak, Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya, Taman Purbakala Bukit Siguntang, Monumen perjuangan rakyat, Musium Balaputra dewa, Museum Sultan Mahmud Badarudin II Palembang, Kampung Kapitan, Kampung Arab, Pusat kerajinan songket, Pulau Kemaro, dan Fantasy Island.


foto oleh: Janit Wk.


Di kota Palembang ada wilayah yang menjadi ciri khas dari suatu komunitas seperti kampung kapitan yang terletak di daerah 7 ulu yang merupakan wilayah komunitas Tionghoa dan kampung Al-Munawar yang tersebar di pinggiran Sungai Musi daerah Palembang ulu dan Palembang ilir yang merupakan wilayah komunitas Arab. Bahasa dan budaya Palembang sendiri kental akan nuansa Jawa. Gelar kebangsawanan seperti Raden Mas/ Ayu, Kemas atau Nyimas yang mengisyaratkan kalau gelar ini adalah keturunan dari kesultanan atau raja-raja Palembang, masih dipakai oleh orang-orang yang berhak memakainya karena garis keturunan mereka, jadi aku bisa tahu temanku orang Palembang ‘asli’ atau bukan jika mereka memakai gelarnya. Palembang sendiri merupakan perpaduan dari berbagai macam suku dan budaya, Melayu, Tionghoa, Jawa, Arab, bercampur menjadi satu dalam suatu keselarasan.

Semua orang tahu yang sangat terkenal dari kota Palembang adalah makanan khasnya, Pempek atau suka di sebut Empek-Empek, makanan yang diolah dari tepung terigu/sagu, dicampur dengan daging ikan yang sudah dihaluskan, dapat dibentuk sesuai selera, bisa disantap dengan proses rebus atau goreng, yang membuat pempek lebih enak adalah dari kuahnya, disebut cuko, yang terbuat dari rebusan air gula merah/aren. Air gula itu dicampur dengan bumbu cabe rawit, bawang putih, dan sedikit garam yang sudah dihaluskan. Aku kasih tau ya rahasia kenapa Pempek Palembang lebih enak rasanya dibandingkan jika teman-teman mencicipi pempek di daerah lain, menurut mamaku yang aku nilai jago juga membuat pempek beserta cukonya ini,rahasianya adalah terletak di ikan sungai yang harus benar-benar segar (biasanya ikan gabus atau ikan belida) selain itu yang penting juga adalah cukonya harus berasal dari gula merah pilihan. Di Palembang menggunakan gula merah batok yang berasal dari Lubuk Linggau.

Aku lebih suka menyebut Palembang sebagai surga wisata kuliner, karena bagiku makanan khas yang ada di kotaku ini sangat beraneka ragam, orang dari luar kota hanya mengenal Pempek, padahal masih bnyak yang lain seperti Model; adonan sama seperti pempek kapal selam tapi diisi tahu, yang disantap bersama kuah seperti kuah sup, tapi mempunyai bumbu yang lebih khas. Tekwan; hampir mirip dengan model tapi tidak ada tahunya. Laksan ; bahan dan bentuknya sama seperti pempek lenjer, hanya kuahnya sedikit beda diberi santan dan cabe merah,sehingga warna kuahnya sedikit merah. Celimpungan; rasanya sama seperti laksan, berbeda di bentuk. Celimpungan berbentuk bulat bergerigi seperti bakso kecil, lagi-lagi perbedaan ada di kuah, kuah celimpungan berwarna sedikit kuning karena diberi bumbu kunyit. Makanan khas Palembang lainnya ialah Burgo, pindang patin, pindang tulang, malbi, otak-otak, mie celor, tempoyak, kemplang, kerupuk, kue maksubah, kue delapan jam, kue sri kayo. Semua makanan khas ini mempunyai cita rasa yang tinggi, lebih enak menjelaskan seluk beluk makanan-makanan ini sambil kita mencicipinya.

Oya, ada satu lagi ciri khas dari kota ini, yaitu mainan anal-anak yang berbentuk miniatur pesawat terbang dan kapal laut yang terbuat dari kayu gabus, yang biasanya dilengkapi dengan telur ayam rebus yang diberi pewarna merah,telur ayam berwarna merah inilah yang di sebut dengan “telok abang“. Di usiaku yang telah melebihi seperempat abad aku ternyata baru tahu kalau mainan anak-anak ini hanya ada di kota ku. Uniknya mainan ini hanya akan muncul bersamaan dengan datangnya bulan Agustus, menambah semaraknya perayaan kemerdekaan 17 Agustus.

Palembang di malam hari akan lebih gemerlap dengan cahaya warna-warni, menambah semarak kota, mulai dari Jembatan Ampera sampai gedung wali kota yang lebih indah saja malam hari. Aku sendiri lebih suka hang out di tempat yang disebut Kambang Iwak Family Park. Tempat ini mulai ramai beroperasi setiap harinya kurang-lebih pada pukul dua siang, memang tempat yang dikhususkan untuk tempat rekreasi di tengah-tengah kota ini lebih ‘hidup’ pada saat malam menjelang.

Pada sore hari banyak orang yang jogging mengelilingi areal Kambang Iwak ini. ‘kambang‘ sendiri artinya kolam dan ‘iwak’ artinya ikan. Jadi tempat ini adalah kolam ikan yang luas yang disekelilingnya ditumbuhi pepohonan rimbun, dengan air mancur di tengah kolam. Tempat ini dibangun sebagai tempat penampungan air hujan dan tempat muara mengalirnya air menuju Sungai Musi. Baru awal tahun 2009 telah resmi dibuka Kambang Iwak Family Park, sehingga semakin banyak toko yang buka di areal kambang iwak ini, mulai dari toko makanan beraneka macam, memakai konsep cafĂ© atau resto terbuka, ada juga distro yang menjual aksesori ataupun baju-baju,

Walau gaydar-ku belum terlalu tajam, pada saat aku berada di kawasan KIF ini aku dapat menangkap dengan jelas jika ada lesbian yang juga sedang hang out di tempat ini, walaupun tempat ini bukan khusus tempat hang out lesbian. Ada yang bergerombol dan ada pula yang berpasangan. Jadi, mungkinkah ada pembaca SepociKopi ini yang pernah kulihat di sana?

@Janit Wk., SepociKopi, 2009

Tentang Janir Wk:

Lahir di Palembang 27 tahun silam. Lulusan teknik elektro yang kini bekerja di bidang marketing farmasi.

Perjalanan Sejarah dari Xian


Oleh: Grey Sebastian

Setiap tanggal 1 Mei di China merupakan hari libur untuk merayakan Labor Day atau kadang disebut May Day. Karena kebetulan 1 Mei kali ini jatuh di hari Jumat makanya aku memiliki waktu santai untuk berlibur ke luar kota. Aku memilih Xian untuk liburan kali ini.

Sebenarnya aku penasaran sekali ke Xian. Di sana ada Terracotta; patung-patung prajurit yang terbuat dari tanah liat. Konon patung-patung tersebut di buat atas keinginan Kaisar pertama China Qin Shi Huang yang tidak mau sendirian saat ia meninggal.

Qin Shi Huang naik tahta di usia 13 tahun. Di usia 22 tahun ia memegang kendali kerajaan sepenuhnya. Tidak lama setelah naik tahta, ia memerintahkan sekitar 700,000 pekerja untuk membangun Musoleum tentang dirinya beserta patung-patung prajurit Terracotta tersebut. Dan ketika Qin Shi Huang meninggal, putranya Qin Er Shi memerintahkan para pekerja yang tidak memiliki keluarga dan tidak dapat bekerja lagi agar dikubur hidup-hidup bersama jenasah sang Kaisar pertama.

Terracotta ditemukan secara tidak sengaja oleh empat orang petani yang saat itu sedang menggali sumur untuk mengairi tanah mereka. Saat ini Terracotta sering disebut sebagai keajaiban dunia kedelapan. Sehingga ada pepatah yang mengatakan kalau belum melihat Terracotta, artinya belum pergi ke China.

Namun selain Terracotta, Xian memiliki banyak sekali tempat-tempat bersejarah menarik lainnya seperti tembok kota Xian, Hua Qing Pool, Menara Drum dan Bell, Gunung Hua, Masjid Agung Xian dan lainnya yang tidak sempat aku kunjungi saking banyaknya.

Sedikit informasi, lama perjalanan dari Beijing ke Xian adalah tiga belas jam menggunakan kereta. Otomatis meski dibilang empat hari tur, tapi kenyataannya dua hari di kereta dan hanya dua hari di Xian. Maka itu tidak banyak tempat yang bisa dikunjungi dalam waktu sesingkat itu.


Pada hari pertama, setibanya di Xian, sebelum ke Terracotta, aku mengunjungi Hua Qing Pool terlebih dahulu. Hua Qing Pool adalah tempat pemandian Kaisar beserta permaisurinya dan anggota keluarga kerajaan lainnya. Di bangun pada jaman Dinasti Zhou (1100–771 SM). Hua Qing Pool ini juga merupakan tempat sauna pertama di dunia karena air pemandian di sini berasal dari sumber mata air panas alami.

Konon salah seorang dari empat wanita tercantik sepanjang sejarah China, yang juga merupakan selir kesayangan Kaisar Li Long Ji, yaitu Selir Yang, suka sekali mandi di pemandian ini. Inilah yang mengangkat reputasi Hua Qing Pool. Pada tanggal 12 Desember 1936, di Hua Qing Pool terjadi insiden Xian yang mengejutkan dunia.

Di hari kedua, aku mengunjungi Tembok kota Xian. Tidak jelas kapan Tembok kota Xi’an di bangun, tapi sejarah mencatat bahwa tembok itu diperbesar pada tahun 1374-1378 oleh Dinasti Tang. Tembok ini memiliki panjang 11,9 Km, tinggi sekitar 30 meter, lebar 15 meter, dan empat menara penjagaan. Untuk mengitari tembok ini bisa menggunakan sepeda. Karena itu di setiap menara penjagaan ada tempat penyewaan sepeda. Satu sepeda disewakan dengan harga 40RMB per jam.

Setelah Tembok kota Xian, aku pergi ke Wild Goose Pagoda, tapi tidak sempat masuk karena waktu yang sangat terbatas. Dari situ aku ke Menara Drum dan Bell. Di menara ini aku juga tidak naik ke atasnya karena harus membayar cukup mahal. Menara seperti ini ada di setiap kota di China, termasuk Beijing. Jadi menurutku kurang unik. Akhirnya aku memilih mengunjungi Masjid Agung Xian.


Dari arah utara barat Menara Drum and Bell Xian, dibangun sebuah Mesjid Agung. Masjid Agung seluas 12,000 m2 ini dibangun pada jaman Dinasti Tang (618-907), dan diperbaiki pada jaman Dinasti Ming (1368-1644). Mesjid ini dibagun untuk menghormati sebagian penduduk Xian yang menganut agama Islam.

Dokumen-dokumen bersejarah mencatatkan masuknya Islam ke China melalui 2 jalan. Jalan pertama melalui perdagangan sutra dari Asia barat ke Xian yang saat itu disebut sebagai Changan lalu ke Xinjiang Uygur, sebuah daerah otonomi. Jalan lainnya yaitu melalui Dinasti Sing (960-1279) melalui Samudera Hindia ke daerah tenggara China.

Karena saat ini Masjid Agung tersebut sudah dibuka untuk umum, maka sepanjang jalan menuju masjid ini dipenuhi toko-toko yang menjual souvenir dan restorant-restorant muslim yang dijamin halal. Saat hari libur seperti May Day kemarin, jalan ini benar-benar dipadati turis lokal maupun turis asing.

Masjid Agung Xian adalah tempat terakhir yang sempat aku kunjungi, karena tidak terasa aku sudah harus pergi ke stasiun kereta untuk segera kembali ke Beijing. Mungkin lain kali aku harus menyediakan waktu yang lebih panjang untuk mempelajari sejarah-sejarah Cina yang sangat mengagumkan.

@Grey Sebastian, SepociKopi, 2009
Photos by Grey Sebastian

Penang: Kota Kenangan



Oleh: d'

Hari masih pagi, cuacanya juga cerah ketika aku kembali menginjakkan kakiku di Pulau Penang, Malaysia. Kalau dulu, alasanku berkunjung ke Penang hanya karena ingin refreshing atau lagi ngidam Hainan Chicken Rice kayak orang hamil. Yah, entah kenapa, aku pribadi merasa Hainan Chicken Rice di sini nikmat untuk kulahap. Dan entah kenapa aku cenderung menyukai aroma kehidupan yang santai di kota ini dibandingkan Kuala Lumpur yang megah gemerlap.

Kedatanganku ke Penang kali ini selain untuk refreshing, adalah menemui seorang perempuan. Tapi bukan itu yang ingin kubahas, melainkan beberapa tempat wisata di kota ini.

Nah dulu itu, aku mengambil paket City Tour. Jadi begitu tiba di airport, aku sudah dijemput oleh guide-nya. Dari bandara, kami menuju ke Snake Temple, sebuah kuil yang letaknya tak berapa jauh dari bandara. Kuilnya tidak terlalu besar ataupun megah, tapi di sini bisa dijumpai beranekaragam jenis ular.

Lalu kita pun menuju Fort Cornwallis. Tempat ini menjadi saksi bisu bagi sejarah Pulau Penang. Kononnya di tempat ini Kapten Francis Light pertama kali menginjakkan kaki dan kemudian dia membangun sebuah benteng, yang olehnya benteng ini diberi nama Fort Cornwallis.

Dulunya, Fort Cornwallis ini berfungsi sebagai benteng pertahanan di Pulau Penang. Sejumlah meriam terpasang di sekeliling benteng yang hingga kini masih bisa dijumpai di sana, utuh, dan kini dengan fungsi yang sudah berbeda tentunya. Fort Cornwallis sudah bukan lagi benteng pertahanan tapi sudah dijadikan sebagai salah satu tempat wisata yang ramai dikunjungi oleh para wisatawan. Dan ketika kuhirup udaranya, tempatnya terkesan so historical.

Dari sana, kemudian kami menuju Wat Chayamankalarm. Wat Chayamankalarm adalah kuil umat Buddha merayakan festival Songkran dan Loy Krathong. Di kuil ini dapat kita temukan sebuah patung Buddha tidur, yang mana patung Buddha tersebut berpose dalam keadaan berbaring miring, sepanjang 33 meter dan berlapiskan emas.

Di Penang kononnya memang terdapat banyak sekali kuil dan pagoda. Tetapi aku cuma berkesempatan mengunjungi beberapa di antaranya saja. Secara kata Pak Guide, yang lain tidaklah begitu menarik. Jadi dia membawaku ke tempat yang memang ramai diminati/dikunjungi oleh wisatawan.

Selanjutnya aku menuju kuil lain lagi. Kata Pak Guide, kuil yang akan kami kunjungi ini adalah salah satu kuil/pagoda yang terbesar di kawasan Penang. Dan... benar saja. Ketika tiba di sana, aku seketika berdecak kagum menyaksikan kemegahan kuil ini. Untuk masuk ke kuilnya, kita akan melintasi jembatan di mana di bawah jembatan ini terdapat Sungai Air Itam. Di sini bisa kita jumpai ratusan kura-kura yang kononnya sudah berusia kurang-lebih lima puluh tahunan. Di sepanjang jalan, dipenuhi dengan penjual pernak-pernik suvernir khas Penang.

Di sini terdapat banyak ukiran dan patung Buddha. Dan untuk mengagumi sebuah karya tangan manusia, aku suka menyentuhnya. Ketika aku menyentuh ukiran-ukiran batu tersebut, ukiran-ukiran itu sangatlah halus. Benar-benar karya manusia yang luar biasa.

Kuil ini letaknya di atas bukit, tapi untuk menuju ke pagoda utamanya harus dijangkau lagi dengan menggunakan mini train (kunamai saja seperti ini, secara aku lupa namanya).

Nah, di sana ada patung raksasa Dewi Kwan Im (Avalokitesvara) yang bisa kita temukan di pagoda Kee Lok Si, Penang. Patung ini terbuat dari perunggu dengan ukuran 30,2 meter dan terletak di bagian paling atas kuil.

Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke Penang Hill atau dikenal dengan sebutan Bukit Bendera. Untuk bisa mencapai puncak dari tempat ini kita harus menggunakan Train listrik.

Penang Hill ini berada di ketinggian 830 meter di atas permukaan laut. Itulah alasannya kenapa dari puncak ini kita bisa melihat secara keseluruhan dari Kota Penang. Penang Hill merupakan tempat tertinggi dan tersejuk di Penang.

Sebenarnya masih ada beberapa tempat wisata lain di Penang. Seperti Batu Ferringhi yang merupakan kawasan pantai, katanya memiliki jajanan malam tradisional dan beraneka ragam makanan Eropa serta berbagai macam barang dagangan. Tapi sayangnya, aku pribadi belum pernah ke sana pada malam hari. Jadi, seperti ini suasana pantai yang aku temui di sana, di siang hari nan terik. Panassssss....

Jika tidak menyukai wisata alam, di Penang juga terdapat banyak kok pusat-pusat perbelanjaan, seperti Gurney Plaza, Prangin Mall atau yang terbaru ada Queensbay.

Jangan takut tersesat karena penduduknya ramah. Apalagi kalau kamu berduit, pasti dilayani dengan baik (hehehe, kidding). Penduduk setempat baik kok. Pada umunya bisa berbahasa Melayu, ada yang pintar Hokkian dan beberapa fasih Mandarin. Bahkan juga berbahasa Tamil atau Hindi. Jadi, yah santai saja. Tidak perlu takut untuk miscommunication.

Akhir kata, Penang adalah kota yang asyik buat dikunjungi atau dijadikan sebagai tempat liburan. So, I will go back there again huh, next time, next trip. Let’s go Penang.

@d', SepociKopi, 2009

Tentang d':
Tinggal di Medan, usia 29 tahun, bekerja sebagai pegawai swasta, berusaha keras (walaupun sulit) agar tidak tenggelam dalam krisis kepercayaan penemuan cinta sejati (versi dongeng) yang sejak kecil sangat diyakininya.

Nanning: Indonesian Town in China

Oleh: Grey Sebastian

Sebelum aku balik ke Jakarta, selama dua minggu aku menghabiskan liburanku di kota Nanning, ibukota provinsi Guangxi, China. Di salah satu pinggiran kota Nanning inilah sebagian keluargaku tinggal, setelah pembuangan orang Indonesia “keturunan” China yang terjadi sekitar tahun 1965.

Sebenarnya kalau bukan karena janji yang sudah diucapkan keluargaku sejak beberapa tahun yang lalu untuk datang mengunjungi keluarga yang di China, aku sama sekali tidak akan terpikir untuk datang ke kota ini. Karena meskipun Nanning adalah ibukota provinsi Guangxi, tapi Nanning tetaplah sebuah kota kecil yang jarang diketahui orang. Bahkan orang-orang China yang bukan berasal dari daerah Guangxi, juga jarang mendengar nama kota ini. Selain itu, di kota ini tidak ada tempat wisata yang populer.

Seminggu setelah Imlek, tepatnya tanggal 1 Februari 2009 kemarin adalah hari bersejarah untuk pamanku di Nanning. Hari itu pamanku resmi menikahi gadis yang sudah dipacarinya selama beberapa tahun. Karena kebetulan aku sedang bersekolah di China, sejak jauh-jauh hari aku sudah diingatkan untuk wajib hadir di acara pernikahan mereka. Aku mewakili keluarga besarku di Indonesia yang sudah pasti tidak mungkin hadir karena ongkosnya mahal.

Oh ya, berhubung Beijing bagaikan kota tanpa penduduk menjelang perayaan Imlek, sejak tanggal 21 Januari aku sudah tiba di Nanning. Jadi sekalian merayakan Imlek di sana. Mulanya, sehari setelah Imlek sampai dengan hari pernikahan pamanku, aku ingin berangkat ke Hong Kong selama lima hari. Sungguh malas menginap di rumah orang lama-lama. Tapi Tuhan berkehendak lain! Aku kehabisan tiket ke Hong Kong sehingga otomatis selama dua minggu aku menjadi penduduk sementara kota Nanning.

Selama dua minggu, hampir setiap hari aku diajak berliling kota, berwisata kuliner, dan diperkenalkan kepada warga sekitar. Aku baru menyadari kalau Nanning adalah Indonesian Town di China. Konon, kota ini adalah kota penampungan bagi para Hua Qiao (sebutan untuk orang keturunan China) yang mengalami pembuangan dari Indonesia sekitar tahun 1965.

Hampir semua para tetua di kota ini bisa berbahasa Indonesia, meskipun bukan bahasa Indonesia yang baku. Tapi logat Jawa, Cirebon, Cilamaya, Sunda masih sangat kental. Angkatan para pemuda mengerti bahasa Indonesia secara pasif. Hampir di setiap sudut kota banyak toko kue yang menjual Yin ni Dan gao (kue-kue Indonesia).

Selera masakan juga ternyata mirip dengan rasa Indonesia. Ada bakso yang nikmatnya mirip Bakso Afung di Jakarta, hanya kuahnya lebih kental. Ada Chao Fen yang 100% sama dengan Cong Fan, makanan khas daerah Medan. La jiang (saus pedas) rasanya mirip sambal bawang putih Lampung. Duh enaknya, sebab aku selalu bawa sambal sendiri setiap kali makan di mana-mana. Tidak pernah ada sambal di kota-kota lain di China seperti sambal di Nanning.

Saat malam imlek, pada sebuah acara TV aku menonton lagu-lagu Bengawan Solo dan Nona Manis. Mereka mengenakan kebaya. Kata pamanku, acara seperti itu diadakan setiap tahun, termasuk perlombaan tari-tarian khas Indonesia yang diselenggarakan tiap minggu. Ratusan orang mengikuti kelompok menari di balai desa. Tentu saja lagu yang mengiringi tarian mereka adalah lagu-lagu Indonesia jadul. Tarian mereka mirip tarian Jaipong. Sementara itu, sastra Indonesia termasuk pelajaran yang banyak peminatnya di kampus-kampus di kota Nanning.

Di akhir pesta pernikahan pamanku, aku juga baru tahu kalau setiap akhir pesta harus ada acara joget bersama. Itu tradisi! Jogetnya tentu saja menggunakan lagu-lagu Indonesia, khususnya lagu dangdut.

Pokoknya aku salut banget deh! Segala sesuatu yang berbau Indonesia sangat dihargai di Nanning. Karena di Jakarta, orang-orangnya sendiri tidak menghargai kebudayaan khas Indonesia. Dan karena aku datang dari Indonesia, mereka memperlakukanku bagai tamu agung lho :P

Salam dari Nanning buat Indonesia!

@Grey Sebastian, SepociKopi, 2009
abcs